PENGUATAN IDEOLOGI KADER DALAM KEPEMIMPINAN
IKATAN MAHASISWA MUHAMADDIYAH
I. Pendahuluan
Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)
lahir 14 Maret 1964 di Yogyakarta, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat
Muhamaddiyah yang kala itu di pimpin oleh KH. A Badawi. Dalam jajaran
organisasi otonom Muhamaddiyah, IMM merupakan yang paling muda (Ghazali dalam
Maarif, 2007:63). Lebih lanjut, (Purnawan, 2007: 3) mengatakan, bahwa Ikatan
Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhamaddiyah yang
berdiri di Yogyakarta pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau bertepatan dengan
tanggal 14 Maret 1964 M. Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)
merupakan konsekuensi bagi Muhamaddiyah dalam hal kaderisasi berdasarkan
periodisasi kelompok umur. Salah satu pendorong dirintisnya Ikatan Mahasiswa
Muhamaddiyah (IMM) adalah agar Muhamaddiyah sebagai organisasi gerakan
dakwah Islam yang cukup progresif, bisa memasuki (menerobos) dunia kampus pada
era enem puluhan merupakan basis gerakan kultural, agen utama perubahan sosial,
dan salah satu komunitas yang berperan aktif dalam menumbangkan ideologi
komunis yang pada saat itu benar-benar bertolak belakang secara diametral
dengan cita-cita perjuangan bangsa. IMM dilahirkan untuk melakukan penetrasi,
mensosialisasikan dakwah Islam yang sesuai dengan arah dan perjuangan
Muhamaddiyah di tengah-tengah masyarakat kampus yang dinamis dan inklusif bagi
perkembangan ideologi-ideologi sekuler.
Ikatan
Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) sebagai gerakan mahasiswa yang sejak awal berdiri
telah menstabilkan diri untuk mewadahi aspirasi, menggerakan dan mengembleng
potensi mahasiswa Islam, terus mempersiapkan diri untuk mencetak kader-kadernya
agar memiliki memiliki kemampuan yang memadai. Perjalanan yang
panjang perjuangan Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) senantiasa
membangun kehidupan kebangsaan yang damai, cerdas dan sejahtera melalui proses
rekruitmen, perkaderan serta pembinaan yang konsisten. Perjalanan Ikatan Mahasiswa
Muhamaddiyah (IMM) tersebut telah memberikan warna bagi kader-kadernya dan juga
entitas yang lain, sehingga mampu menampilkan sosok yang dinamis-progresif
dalam melakukan pencerahan, prefikasi ideologi, reformasi pola pikir cara
pandang yang tentunya berdampak pada pembentukan perilaku yang jujur,
istiqomah, ramah dan tidak serakah.
Pemimpin dan kader adalah dua unsur yang sangat penting dalam setiap
organisasi, termasuk organisasi Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM). Pemimpin
adalah orang yang diberi amanah untuk berada di depan, diikuti dan diteladani.
Sedangkan, kader adalah tenaga inti yang selalu siap bersama dan bekerja keras
menjalankan tugas-tugas organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama. Betapa
pentingnya peran pemimpin dan kader ini, maka hampir dapat dipastikan dalam
setiap organisasi selalu ada acara, program latihan kepemimpinan dan
pengaderan. Kuat dan lemahnya sebuah organisasi sangat tergantung dan
ditentukan oleh kualitas pemimpin dan kadernya.
II. Pembahasan
2.1 Ideologi Dasar Penguatan Kepemimpinan
Ideologi adalah seperangkat konsep sistem nilai yang dijadikan asas dan
memberikan arah berpikir, dan beraktivitas untuk mencapai tujuan suatu
perkumpulan atau organisasi . (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1) kepemimpinan
yang kuata hanya bisa diwujudkan dengan landasan sistem ideologi yang kuat
pula, ketertibab, dan kekuatan kepemimpinan Muhammadiyah atau Ikatan Mahasiswa
Muhamaddiyah (IMM) hanya akan bisa terwujud apabila dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip ideologi Muhamaddiyah yang tepah ditetapkan berdasarkan
keputusan Tanwir, Muktamar Muhamadidiyah, karena ideologi memiliki energi
spiritual yang mampu memutivasi warga Muhammadiyah untuk menggerakan
Muhammadiyah dengan penuh semangat, dan dedikasi, serta loyalitas yang tinggi
(Anshori, 2010 : 1). Ideologi: segala macam nilai, moralitas, interpretasi
dunia atau apa saja yang berupa nilai. Sistem nilai atau keyakinan yang
diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok sosial tertentu. Sistem
berpikir, sistem kepercayaan, praktek-praktek simbolik yang berhubungan dengan
tindakan sosial dan politik. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai dan sikap-sikap dasar rohani sebuah
gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Jadi, ideologi adalah ide-ide atau
nilai-nilai ideal yang diyakini benar sehingga layak digunakan sebagai resep
bertindak dalam mewujudkan tujuan kelompok sosial, masyarakat maupun negara.
Pengaderan adalah suatu proses cara mendidik atau melatih seseorang untuk
menjadi kader (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1). Mengingat pentingnya posisi,
dan peranan kader, maka Muhammadiyah dan IMM sejak awal telah memperhatikan
pengaderan, dalam Muhammadiyah dan IMM pengaderan di proses secara formal dan
informal. Secara formal, pengaderan disiapkan dengan seperngkat konsep
pengaderan sebagai landasan, dan dilaksanakan secara berjenjang, serta
mendorong para kader melanjutkan pendidikan secara akademik sesuai dengan
bidang bakat, serta minat masing-masing kader. Secara non formal, pengaderan
diproses dengan memberi kepercayaan kepada kader untuk mengisi struktur
perserikatan Muhammadiyah di berbagai tingkat, menugaskan para kader untuk
melaksanakan program-program Muhammadiyah, baik di bidang tablig, pendidikan,
kesehatan dan lain-lain. Para kader harus memiliki kekuatan ideologi
Muhammadiyah, konsekuensinya setiap kader harus giat, dan serius
mempelajari, memahami, dan mengamalkan prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah,
tanpa kekuatan ideologi kader tidak akan mampu eksis sebagai kader militan
Muhammadiyah yang akan mampu menghadapi dan mengatasi kompleksitas
persoalan-persoalan persaikatan pada masa-masa yang akan datang. ideologi Muhammadiyah dan IMM dapat difungsikan untuk kepentingan antara lain
sebagai berikut: pertama, ideologi Muhammadiyah dan IMM secara
spiritual dapat menguatkan ghiroh, azam atau tekat bermuhammadiyah yang kuat
dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, dan tidak dapat digoyahkan oleh
kekuatan-kekuatan yang semata-mata bersifat manusiawi; kedua, ideologi
Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk membentuk karakter kolektif yang bersih,
yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai
dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM; ketiga, ideologi Muhammadiyah
dan IMM berfungsi untuk menyusun, menerbitkan langkah-langkah strategi untuk
menggerakan Muhammadiyah dan IMM, dan seluruh amal usaha Muhammadiyah; keempat,
ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi dalam membentengi Muhammadiyah,
dan setiap kader Muhammadiyah dan IMM dari berbagai pengaruh aliran pemikiran
keagamaan yang sesat, ideologi ekonomi, dan ideologi politik yang beretntangan
dengan Islam (Anshori, 2010 : 4-5).
2.2 Kepemimpinan dalam Ikatan
Agar tidak terjadi salah paham, perlu dijelaskan kata-kata yang terkait dengan
kepemimpinan, yait pimpinan berarti dalam keadaan dipimpin atau dibimbing.
Memimpin berarti dalam keadaan membimbing, mempelajari, mengepalai perkumpulan
atau melatih. Pemimpin berarti orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan
adalah perihal pemimpin (Depdikbud, 1990: 684; dalam Anshori, 2010 : 7).
Dalam bahasa Inggris kepemimpinan
adalah semakna dengan kata leadirship, dalam bahasa Arab,
kepemimpinan semakna dengan kata “al-qiyadah” dan “ar-ri’asah”. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah suatu sistem membimbing,
melatih, mengurus, dan mengapalai suatu organisasi, meliputi berbagai sub
sistem, antara lain adalah dasar-dasar, dan garis-garis kepemimpinan, prinsip-prinsip
memimpin, wadah kepemimpinan. Dan kompetensi orang yang memimpin
(pemimpin). Memimpin dalam Muhammadiyah dan IMM seharusnya dilandasi
dengan prinsip-prinsip pemimpin dalam Islam yang mencakup hal-hal sebagai
berikut: Pertama; memimpin adalah memberi peringatan. Seorang
pemimpin wajib mendasari kepemimpinannya dengan memberikan pengertian kepad
orang yang dipimpin, agar orang yang dipimpin dapat menjalankan kepemimpinan
dengan pemahaman dan kesadaran serta keikhlasan. Hal ini ditegaskan pula dalam
(QS. Al-Isra’/17:36) artinya: “Dan jangalah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. Kedua,
pemimpin adalah membimbing kepada perbuatan baik. Memimpin bukanlah
memerintah orang untuk mengikuti kemauannya, tetapi menggairahkan, membimbing
memerintahkan berbuat kebaikan serta menetapi kewajiban terhadap Allah
Subhanahu Wata’Allah dan masyarakat. Pola kepemimpinan Rosulullah SAW antara
lain tercermin dalam (QS. Al-Araf/7: 157) artinya: “ (yaitu) orang-orang
yang mengikuti rasul, nabi ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam
Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar dan mengahalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
air dari beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung”. Ketiga, memimpin adalah mencegah umat dari
perbuatan mungkar. Memimpin umat tidaklah berarti hanya menggerakan
umat itu menuju kondisi yang lebih baik, tetapi dalam rangka itu juga harus
menyelamatkan umat dari kerusakan jasmani dan rohaninya, penghidupan dan
masyarakatnya. Sebab itulah setiap pemimpin wajib dengan tegas mencegah umat
dari tindakan mungkar dengan pencegahan, dan represif yakni mengentikan
kemungkaran yang sedang terjadi dan preventif yaitu menegah kemungkinan
terjadinya kemungkaran. “Wayan’haahum a’nilmunkar” artinya:
“...dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar......”. Keempat,
memimpin adalah menganjurkan umat hanya memanfaatkan yang bersih dan melarang
hal-hal yang kotor. Seorang pemimpin harus
dengan tegas menggariskan pemisahan antara hal yang halal dan bersih dengan
perkara yang kotor dan keji. Baik hal itu mengenai makanan, pencaharian dan
kelakuan sehari-hari, agar supaya mereka yang dipimpin dapat menjalani
kehidupan dan melakukan segala usaha dengan jujur lagi bersih. Watuhillu
Bahumuttayyibaati Watuharrimu A’laihiimu Ulghaaisya”. Artinya: “...dan
mengahalkan bagi mereka segala yang baik dan mengaharamkan bagi mereka segala
yang buruk....”. Kelima, memimpin adalah meringankan beban
umat dan melepaskan belenggu. Memimpin harus dilandasi oleh rasa
kasih sayang kepada yang dipimpin, dan oleh cita-cita tercapainya kebahagiaan
bagi umat. Pemimpin harus mengetahui akan hal-hal yang membelenggu dan merusak
jiwa umat, apakah itu kebodohan, takhayul atau kepercayaan yang tidak benar.
Karena itu pemimpin harus dapat membawa mereka karena kecerdasan, pikiran yang
maju serta pandangan yang luas. Wayadhahu anhum israhum wal aghlaallati
ka’nat a’laiihim. Artinya: “...dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu mereka...”.. Keenam, memimpin tidak sekedar
mengikuti kehendak yang dipimpin. Sementara pemimpin, karena mencari
simpati, sering mengikuti apa saja keinginan itu tidak layak dan tidak
layak dan tidak benar. Sikap ini tidak mendidik, bahkan membawa umat yang tidak
layak, yang tidk menuju kepada suksesnya kepemimpinan. Dalam hal ini pemimpin
harus tegas mengarahkan umat dan tidak diarahkan. Firman Allah SWT dalam Surat
Asy Syura ayat 15. Artinya: “ Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama
ini) dan tetaplah (1343) sebagaimana diperintahkan supaya berlaku adil di
antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Tidak ada pertengkaran,
antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali
(kita)”. Ketujuh, memimpin tidak boleh bertentangan dengan kehendak Allah
dan Rosul-Nya. Telah menjadi tugas setiap pemimpin untuk
melaksanakannya dalam bentuk sebagaimana tersebut di atas. Maka kepada orang
yang dipimpin disyaratkan adanya ketaatan yang dimaksud adalah adalah ketaatan
berdasarkan pengertian, kesadaran dan keikhlasan. Ketaatan ditujukan ditujukkan
kepada pimpinan yang benar, bukan tertuju semata-mata kepada pribadi pemimpin.
Bukan karena yang menjadi pemimpin si Fulan tetapi karena pemimpin itu
memimpinkan sesuatu yang benar, sesuai dengan petunjuk Allah dan tuntunan
Rosul-Nya. Firman Allah SWT (QS. An-Nisaa/4: 59) artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu kembalikanlah
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”. Firman Allah SWT tersebut menegaskan bahwa ketaatan
kepada pemimpin adalah semata-mata dalam rangka ketaatan kepada Allah dan
Rosul. Dan apabila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat antara
pemimpin dengan yang dipimpin maka segera menjadikan petunjuk Allah dan
tuntunan Rosul menjadi hakim. Oleh karena itu, taat kepada pemimpin menjadi
kewajiban yang dipimpin selama kepemimpinan sesuai dengan petunjuk Allah dan
Rosul. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemimpin untuk membina ketaatan
pengikutnya kepada perintah Allah dan Rosul.
2.3 Penguatan Pengaderan Ikatan
Pentingnya penguatan pengaderan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
antara lain: Pertama, untuk mempertahankan, dan mengembangkan eksistensi
gerakan Muhamaddiyah dan IMM pada masa yang akan datang; kedua, mengingat
bahwa Muhamaddiyah dan IMM selalu berada dalam pusaran kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang selalu dinamis, disertai dengan perkembangan
pemikiran keagamaan, pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, dan politik yang tidak
semestinya sejalan dengan pemikiran Muhamaddiyah . Pada gilirannya akan menjadi
tantangan sangat besar, dan kompleks bagi Muhamaddiyah; ketiga,
akhir-akhir ini semakin terasa terjadinya deviasi nilai dalam proses
pengembangan pemikiran di sebahagiaan mahasiswa maupun angkatan muda
Muhamaddiyah; keempat, untuk menghindari terjadinya kekosongan
generasi penerus yang berkualitas. Demikianlah antara lain dasar konsideran
urgensinya penguatan
pengaderan.
langkah-langkah penguatan
pengaderan agar berjalan dengan efektif, maka perlu langkah-langkah sebagai
berikut: Pertama, perlu merekonstruksi kurikulum dan silabi
pengaderan, kurikulum yang mengacu tercapainya pemahaman yang luas, dan
mendalam terhadap ideologi Muhamadiyah. Perlu ada pengelompokan materi
yang jelas, dan berkesinambungan, dan terget pencapaian, pada berbagai
tingkatan; Kedua, menyusun konsep pengaderan dan mengoperasionalisasikan
secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di lingkungan setiap tingkatan; Ketiga,
mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang terkait lainnya guna
kepentingan pengembangan kader Muhamaddiyah dengan kepentingan misi
perserikatan; keempat, mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana,
prasarana dan dana untuk pengembangan kualitas kader dan sumber daya manusia di
lingkungan Muhamaddiyah (Anshori, 2010 : 89-92).
Penguatan Intelektual dan Ideologi Kader Ikatan
Dalam konteks kader IMM, komponen kualitas intelektual, ideologi dan kelembagaan
akan menentukan kualitas kader ke depan. Kualitas intelektual merupakan raison
d’etre untuk menelaah dan mencermati setiap fenomen. Ketajaman
intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan
kondisi sosial. Seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berpikir dan
bergerak untuk merenungkan, mencermati dan mencarikan soslusi demi perbaikan
kualitas hidup manusia. Ketidakadilan, kemelaratan, kemiskinan, eksploitasi
manusia ala survival of the fittest, dan seterusnya merupakan
deretan agenda untuk menggugah kesadaran nurani kaum intelktual. Kesejatian
keintelektualan seseorang akan dapat diukur dari keberanian mereka sebagai
martyr bagi kebenaran
hakiki.
Pentingnya gerakan intelektual
tidak akan pernah sustainability jika domain ideologi tidak melekat.
Gerakan intelektual seiring dan sebangun dengan gerakan ideologi. Ideologi
akan mengukuhkan sibghoh gerakan intelktual. Dengan pranata ideologi, gerakan
intelektual akan menemukan momentum arah, visi misi bahkan menemukan target
dan indikasi. Percumbuan antara aspek intelektual dengan ideologi
terletak pada aspek pembelaan pada kepentingan masyarakat. Pada perserikatan
Muhaddiyah terutama kader IMM, percumbuan itu tentu dibidik pada kepentingn
pemberdayaan, penguatan dan advokasi masyarakat. Seorang intelektual di IMM dan
Mhamaddiyah adalah seorang ideolog, yang memiliki misi nilai dalam berpikir dan
bertindak. IntelektualnIMM adalah seorang yang tidak bebas nilai.
Ketidakbebasan nilai itu terletak pada misi itu terletak pada misi pemberdayaan
dan penguatan masyarakat. Seorang kader IMM akan senantiasa tergugah hati dan
pikirannya dalam melihat kebiadaban yang dilakukan manusia, teriris nuraninya
dalam melihat kemelaratan, ketidakadilan, dan pelbagai patologi sosial lainnya.
Dengan demikian, kader IMM adalah seorang misionaris yang mengemban nilai.
Nilai yang diemban adalah nilai Islam yang Rahmatan Lil’alamin. Seorang kader
IMM yang memiliki fungsi intelektual dan ideologi akan bersifat inklusif, open
minded dan rendah hati.
Fungsi intelektual dan ideologi seperti itu dipastikan bahwa seorang kader IMM
tidak akan menempatkan agama dalam genggaman sakralitas yang tidak boleh
disentuh oleh akal budi dan pikiran manusia. Seorang kader IMM akan melihat bahwa
misi agama yang dianutnya akan bisa beroperasi secara konkret dalam
konteks sosial jika agama disentuh akal budi, pikiran dan kerja keras manusia.
Agama membutuhkan kerja-kerja intelektual sebelum ia diimplementasikan dalam
tataran praksis. Agama yang diturunkan Allah akan lebih perfect jika umatnya
mampu menafsirkan agamanya secara intelektual dan ideologis dalam konteks
sosio-historis.
III. Penutup
Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)
sebagai gerakan mahasiswa yang sejak awal berdiri harus menstabilkan diri untuk
mewadahi aspirasi, menggerakan dan mengembleng potensi mahasiswa Islam, terus
mempersiapkan diri untuk mencetak kader-kadernya agar memiliki memiliki
kemampuan yang memadai. Kemudian,penguatan pengaderan sangat penting guna
untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensi gerakan Muhamaddiyah
pada masa yang akan datang.
Setiap kader Ikatan Mahasiswa
Muhamaddiyah harus memiliki ideologi yang kuat yang sudah dimiliki Muhamaddiyah
sebab ideologi Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat difungsikan
menguatkan ghiroh, azam atau tekat bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk
mendapat ridha Allah SWT, membentuk karakter kolektif yang bersih, yang sangat
menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai dalam
menggerakkan Muhammadiyah dan IMM secara khusus..
sayapun juga tak kan lupa untuk selalu mengingatkan kepada kawand2 dakwahlah dalam sebuah organisasi kampus dan niatkanlah dakwah itu hanya atas muhlis lillah karena Allah sebab segala sesuatu amalan, tak kan pernah terhitung sebagai pahala ketika niatnya selain karena Allah. fastabiqul khoirot ..... jazakumullahu khoiro,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar